Ketika itu aku tenggelam dalam kesedihanku. Tetes demi tetes air mata mengaliri pipiku. Aku hancur. Aku sedang terluka. Kakiku melangkah entah kemana. Pikiranku tak tentu. Sampai ku di sebuah taman indah yang bertabur bunga-bunga cantik. Ku hirup udara segar di sana. Ku rasakan segarnya menembus ke jiwaku memercikkan setetes kelegaan. Pikiranku benar-benar tidak fokus. Ku seperti orang yang kehilangan harapan hidup. Ntah, aku sendiri juga bingung dengan keadaanku saat itu.
Dan semua berawal dari taman itu. Terasa olehku ada seseorang yang mendekat duduk di sampingku. Tiba-tiba dia memberikan senyuman yang menurutku senyuman terindah yang pernah ku lihat. Dia sosok laki-laki yang di idamkan semua wanita. Senyumnya yang memikat, tatapannya yang menyejukkan. Di tengah kesedihanku itu dia tiba-tiba memberikan angin segar untukku. Dia menenangkanku dengan candaannya.
Pertemuan itu berakhir sudah. Aku dan dia berpisah. Meninggalkan sejuta obrolan yang terucap dari bibir kami. Yang saat itu ada di benakku “mungkinkah aku dan dia akan bertemu lagi ?”.
***
Sebulan kemudian. Sepeti halnya manusia biasa, hatiku mudah dibolak-balikkan oleh Yang maha Kuasa. Aku bergembira. Sangat bergembira. Ku langkahkan kaki sambil menyanyi yang entah nada apa yang ku lantunkan. Saat itu aku berniat untuk ke taman sebulan yang lalu ketika aku belum bisa memecahkan masalahku sendiri. Ku duduk di tempatku yang dulu. Dan itu mengingatkanku pada dia yang menghampiriku yang menghilangkan kepenatanku. Khayalanku melayang ke waktu itu, ketika aku tersenyum dan tertawa di sampingnya. Memang aneh pertemuan itu, hanya sekali aku bertemu dengannya tapi aku sudah merasakan kenyamanan menumpahkan perasaanku padanya. Dan dalam sebulan itu, pikiranku terisi setiap harinya oleh kenangan pertemuan pertama dan mungkin terakhir kami.
Tiba-tiba pandangan ku terpaku pada sosok yang mungkin ku kenal. Yap. Dia laki-laki yang menempati hatiku saat ini. Tapi bukan kebahagiaan saat itu yang menemaniku, namun kebingungan, kesedihan, kekecewaan yang bercampur menjadi satu. Dia bersama wanita yang aku yakini adalah kekasihnya. Kemesraannya tidak bisa membuatku untuk menolak kenyataan itu. Tapi ku tak ingin terlihat sedih. Ku berpura-pura tidak melihat ke arah mereka walaupun pandanganku selalu menarikku untuk mengawasinya.
Ku dengar seseorang memanggil namaku. Dan aku arahkan pandanganku ke asal suara itu. Tersentak aku beberapa saat. Dia laki-laki itu, menghampiriku. Aku tak tau harus berkata apa. Hatiku bergejolak tak keruan. Ku hanya bisa tersenyum. Dia kenalkan aku pada wanita di sampingnya. Dan dugaanku tidak meleset. Wanita itu kekasihnya. Puing-puing hatiku bertaburan menghilangkan kesadaranku seketika dari dunia nyata.
Aku pamit pulang karena langit sudah semakin gelap. Kemudian dia meminta untuk selalu berhubungan sebagai sahabat denganku. Walau perih, aku terima persahabatannya. Dan aku pergi dengan senyum yang ku paksakan.
***
Setahun sudah persahabatanku dengannya terjalin. Dan kami sangat dekat. Hampir setiap hari aku habiskan bersama dengannya. Dia menemaniku di setiap kegiatanku. Namun, dia masih bersama kekasihnya. Dan dia sangat mencintai kekasihnya itu. Di saat dia bercerita betapa ia menyayangi kekasihnya, aku tersenyum dalam kesedihan. Ku tahan banjir air mataku. Ku tahan perasaanku untuk marah. Aku benar-benar terluka. Aku hanya ingin dia bersamaku. Mengisi hatinya hanya untukku. Tapi bagiku itu mustahil.
Ku nikmati saja perasaan dan kebersamaanku ini. Walau cinta ini hanya dalam diam. Dalam keheningan. Tak ada satupun yang tau betapa aku mencintai dan menyayanginya. Ku coba mengisi hatiku dengan yang lain, tapi tak bisa. Aku terlanjur terpaku padanya. Dia yang member semangat dan warna baru di hidupku. Tak bisa ku sanggah perasaan ini. Aku mencintainya.
Satu hari aku berjalan dengannya. Dia ingin bercerita padaku tentang suatu hal yang penting menurutnya. Tibalah kami di tempat pertama kali pertemuan itu terjadi. Percakapan dibuka dengan kenangannya tentang pertemuan kami. Dia tertawa bahagia menelusuri persahabatan kami. Dalam hati, aku terharu, aku terluka. Di satu sisi aku bahagia di sampingnya, di sisi lain aku sangat terluka bersamanya karena aku tau aku tak mungkin bersatu dengannya sebagai dua sejoli yang bertabur cinta.
Beberapa saat tatapannya kosong, senyumnya hilang, wajahnya pucat. Dia genggam erat tanganku. Dia ceritakan bahwa dulu dia mendekatiku karena dia tak ingin ada orang lain yang bersedih di taman itu selain dirinya. Dengan berbisik dia ucapkan kata demi kata yang mengahancurkan perasaanku. Dulu di hari aku bersedih, ternyata bukan hanya aku seorang di taman itu yang merenung atas kesedihan. Dia orang yang menemaniku dalam kesedihan itu. Namun ketika dia melihatku meneteskan air mata, kesedihannya hilang. Dia ingin menghiburku. Padahal kesedihanku belum seberapa dengan kesedihan yang ia alami. Aku bagai tersengat listrik dengan voltase yang tinggi. Dia mengatakan saat itu hidupnya divonis tidak lama lagi. Kanker otak sudah menjalari dirinya. Aku terdiam. Aku membisu. Saat itu aku ingin ada kata lagi di antara kami. Aku ingin meresapi kata-kata itu sebentar saja.
Aku sangat menyayanginya. Aku tak ingin terjadi perpisahan antara kami. Aku tak ingin di tinggalkan. Dia mencoba menenangkanku. Dia katakan bahwa sesuatu yang pasti di dunia ini adalah kematian. Tak ada yang bisa menghalangi. Wajahnya semakin pucat. Tatapannya tak lagi menyejukkan. Tatapannya membuat aku semakin tersiksa. Dia katakan bahwa dia sangat menyayangiku. Aku adalah sahabat dan adik terbaik yang pernah dimilikinya. Aku benar-benar membisu. Katanya aku adalah anugerah Tuhan yang terindah yang menemaninya saat keterpurukan menyiksanya. Katanya akulah yangmengukir senyum di wajahnya.
Dia sandarkan kepalanya di bahuku seperti meminta perlindungan dari ketakutannya. Tatapanku kosong. Dia berbisik “Sahabatku, aku akan menyayangimu selamanya. Jangan ada lagi air mata di pipimu. Dua dunia yang berbeda tak akan bisa menghapus kisah indah kita bersama. Terima kasih sahabat dan adik termanisku”.
Perlahan matanya menutup. Kesakitan menjalari wajahnya. Malaikat maut sudah berkunjung di sekitar kami. Aku menangis. Ku peluk erat dia. Ku rasakan kasih sayangnya. Dia pergi. Pergi untuk ketenangan selamanya. Setahun perjalanan hidup ku dan dia tak akan pernah bisa ku hapus dari ingatanku. Cintaku tak terbalas. Separuh jiwaku hilang. Aku terluka. Tak ada kata yang bisa ku ucap hanya menangis dan terus memeluknya. Aku mencintainya. Aku menyayanginya. Aku tak ingin berpisah dengannya. Lama ku lakukan hal sia-sia yang tak akan bisa membuatnya kembali ke dunia fana ini. Ku tata kembali perasaanku. Ku lihat langit senja menghiasi angkasa. Tersadar olehku, aku takkan pernah mengisi hatinya menjadi orang yang ia cintai. Cintaku takkan bersambut. Keheningan menemaniku di kesedihan senja. Cinta dalam diamku pergi. Tak akan pernah dia tau bahwa aku begitu dalam mencintainya. Akan ku jaga cinta ini selamanya.
***
0 komentar:
Posting Komentar